Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengutarakan salah satu
permasalahan dunia pendidikan Indonesia adalah minimnya kualitas guru
atau pengajar.

"Sekarang orang berbondong-bondong jadi guru karena gajinya lebih tinggi
dibanding PNS lain," kata Anies dalam wawancara khusus dengan Tempo,
di ruang kerjanya, Selasa pekan lalu.
Wawancara lengkap Anies dimuat di dalam majalah Tempo edisi pekan ini,
4-10 April. Berikut petikan wawancara Anies soal pengangkatan guru
honorer di Tanah Air.
Bagaimana Anda memandang kondisi para pengajar?
Guru harus ditingkatkan kualitasnya, baik yang sudah ada maupun calon
guru. Sekarang saya berkonsentrasi untuk calon guru. Standar
penerimaannya ditinggikan. Tapi tidak berkonsentrasi hanya pada yang mau
masuk. Kami juga sedang menata dan melatih yang ada. Mereka harus
mengembangkan diri. Karena ada guru yang berkualitas, dan ada juga yang
kinerjanya kurang baik.
Bagaimana dengan yang kinerjanya tidak baik?
Yang natural, biarkan pensiun. Sekarang yang kompetensinya kurang, bisa
ditingkatkan. Ada pelatihan yang berdasarkan kebutuhan karena setiap
guru tidak sama kebutuhannya. Tapi juga harus obyektif, guru yang bagus
belum tentu nilai uji kompetensi gurunya (UKG) tinggi. Tapi jangan
buru-buru juga bilang guru yang UKG-nya rendah berarti jelek.
Apa tujuan uji kompetensi itu?
UKG ini untuk memotret, lalu dikembangkan. Rapor yang kami bagikan bukan
nilai, melainkan apa yang harus dikembangkan oleh para guru. Kemarin
pertama kali dalam sejarah Republik semua guru ikut ujian kompetensi.
Lebih dari 2,6 juta guru. Pesannya adalah guru adalah pembelajar.
Seperti apa hasilnya?
(Menarik napas) Nilai guru kita rata-rata 53. Sedangkan standar guru
yang baik itu 70. Nilai hasil uji kompetensi per daerah ini juga bisa
dilihat di Neraca Pendidikan. Jadi pemerintah daerah juga bisa bergerak
untuk memperbaiki itu.
Apakah artinya guru-guru yang berdemo minta diangkat itu sebenarnya tidak layak?
Tidak begitu juga. Masih ada guru yang bagus. Sekarang orang
berbondong-bondong jadi guru karena gajinya lebih tinggi dibanding PNS
lain. Guru honorer itu ada yang direkrut oleh sekolah, yayasan, atau
pemerintah daerah. Ada yang karena kebutuhan, ada yang karena keinginan.
Sekarang banyak yang diangkat menjelang pemilihan kepala daerah.
Jumlah yang diangkat meningkat?
Angkanya se-Indonesia sangat fantastis. Guru PNS pada 1999 sebanyak 1,4
juta, lalu 2014 jadi 1,7 juta, bertambah 23 persen. Sedangkan guru
honorer dari 80 ribu menjadi 820 ribu. Tapi publik melihatnya ada orang
yang bekerja tapi tak diangkat-angkat.
Lalu apa solusinya?
Harus diatur rekrutmen tenaga pengajar. Artinya, kalau memang ada
kebutuhan, bisa. Tapi, masalahnya, mereka yang mengangkat jadi guru
honorer tidak punya otoritas untuk mengangkat jadi PNS. Di situ awal
masalahnya. Dan kewenangan mengangkat (jadi PNS) itu bukan di kami,
melainkan di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi.
Ada cara lain?
Sebenarnya bisa diangkat, asalkan mau ditempatkan di garis depan
daerah-daerah perbatasan. Itu akan diprioritaskan. Tapi, masalahnya,
mereka minta diangkat di sekolah tertentu, daerah tertentu. Sekarang
yang perlu dipertanyakan adalah apa pertanggungjawaban mereka yang
mengangkat sebagai honorer.
( sumber : https://m.tempo.co)






0 comments:
Post a Comment